Rasa lelahku menempuh perjalanan dari Jakarta terbayar sudah. Aku memakirkan mobil Toyota Vellfire-ku di halaman depan rumah kakakku. “Assalamu’alaikum”, kataku keras sambil mengetuk pintu. Aku menunggu sekitar 5 menit pintu tersebut ada yang membuka dan menjawab salamku, “Wa’alaikumsalam, eh dek Ryan, kok gak kasih kabar kalo mau kesini?”, tanya Candra kakak perempuanku. “Sengaja mbak, gak dikabarin, biar jadi surprise”, kataku sambil mencium tangannya dan pipinya. “ooo dasar ya wong edan dari dulu tetep aja edan, yaudah masuk dulu pasti capek kan? Mau aku buatin teh?”, tawarinya. “yaudah boleh juga”, jawabku sambil membawa tas yang ku bawa. Mbak Candra langsung masuk ke dalam dan membuatkan segelas teh, aku duduk di kursi tengah sambil menaruh tas-ku. “dek, ini teh-nya, oiya ngomong-ngomong ada perlu apa kesini dek? Gak kasih kabar pula”, tanya Candra. Aku meminum teh yang sudah dibuatnya sambil berkata, “aku mau menghadiri seminar di UNEJ mbak”, . “Kapan dek acaranya? Aku kebetulan seminggu ini sekolah libur bisa kali ya aku ikut?”, tanyanya. “hmmm, bisa-bisa kok kebetulan aku nyari temen, besok jam 7 berangkat mbak dari sini”, tegasku. “oke deh pasti gak bakal telat aku bangunnya”, jawabnya manja. Aku hanya tersenyum saja, ternyata sifatnya tak berubah dari dulu masih saja manja. Aku beristirahat sejenak lalu mandi.
Keesokan paginya, aku menyiapkan apa yang perlu aku bawa. Begitu juga Candra sangat rapi sekali aku sampai heran. “Mbak kita kan mau seminar bukan mau ke mall”, tegur aku. “Wis ben to, biarpun ke seminar kan harus tampil cantik”, ucapnya dengan pede. Aku hanya menggelengkan kepala, “ayo mbak udah jam 7”. Bergegas kami berdua masuk ke mobil dan berangkatlah kami. Tanpa sengaja aku ingat sesuatu dan berkata, “ooo aku baru ingat sekarang, tampil rapi ke UNEJ mau ketemu Mas Toni kan? Hayo ngaku”, ledekku. “Mulai kan, dibilang aku itu gak cinta sama dia. Masa sama saudara sendiri saling cinta?”, tegasnya. Kulihat wajahnya memerah dan aku hanya tersenyum saja sambil mengendarai mobilku
Tak terasa kami-pun sampai di tujuan, aku parkirkan mobilku dan kami turun. Aku takjub kenapa yang hadir di seminar ini ramai sekali. Kami berjalan menjunu lokasi seminar dan tanpa sengaja kami bertemu dengan Kiki. “Mas, mas Ryan”, panggil Kiki. Aku menoleh, “ooo kamu ta dek? Apa kabarnya? Ikut seminar ini juga?”, tanyaku. “Alhamdulillah sehat, iya mas, aku diundang Mas Toni. Lah kamu sama Mbak Candra ya kesini? Ehem…ehem… udah jadian gak bilang-bilang ya?”, katanya sambil tertawa. “yee… siapa yang jadian? Aku itu ngikut kesini karena bosen aja dirumah. Lagian siapa yang mau jadi pacar wong edan macam dia?”, jawabnya. “Apa lagi aku, ,mana mungkin berani ngerebut pacarnya Mas Toni hahaha…”, balasku sambil tertawa. “oh iya ya kamu kan pacarnya Mas Toni mbak”, kata Kiki sambil garuk kepala
“Udah-udah dibilang aku gak sayang sama dia, ayo kita ke tempat seminar”, ajak Candra. Tiba-tiba seorang lelaki menegur kami, “hei nanti dulu, mau kemana kalian?”. Aku tengok kebelakang, “wah Mas Toni, apa kabar mas?”, tanyaku sambil mencium tangannya. “Baik dek, wong edan kayak kamu diundang juga to ke seminar macam gini?” tanyanya sambil meledek. “biar kayak gini aku pinter lho mas”, jawabku. “Eits eits, Mas Ryan kita tinggal yuk mereka kan mau berduaan dulu”, ajak Kiki. “Ih apaan sih?”, jawab Candra risih. “Hahahaha kalian ini dari dulu masih saja kayak gitu, aku sama Candra itu gak pacaran”, tegas Mas Toni. “Tuh kan denger sendiri apa kata Mas Toni?”, kata Candra. “Iya mas aku tau, tapi mbak Candra yang suka sama kamu mas”, balas Kiki. “Kenapa jadi ngomong pacaran? Kita kan mau seminar”, ucapku. Setelah itu kami semua menuju ruang seminar. Aku dan Kiki dengan khidmat menyimak seminar. Mbak Candra bolak-balik gelisah, mungkin dia berfikir bagaimana cara menghilangkan persaan suk pada Mas Toni. “Aku harus bisa lupain Mas Toni, dia saudaraku sendiri”, ucap Candra berulang kali dalam hatinya. Tak terasa seminar-pun selesai dan kami pulang. Di rumah, ketika aku sedang menonton tv mbak Candra menghampiriku. “dek, boleh ngomong sesuatu gak?”, tanyanya. “Bisa kok”, jawabku. “dek kapan kamu pulang ke Jakarta? Aku pengen ikut kamu, sekolah disana, aku gak kuat disini kepikiran Mas Toni. Emang bener kalo aku itu suka sama dia tapi hati kecil aku bilang dia saudara aku gak boleh aku pacaran sama dia. Aku mau ke Jakarta untuk menenangkan pikiranku”. Aku tersenyum dan berkata, “lusa aku pulang mbak, aku sudah tau kok kalo kamu emang suka sama dia. Kalo mau ikut aku ke Jakarta ayo sekalian sekolah di tempatku”. “Bener boleh dek?”, tanyanya tak yakin. Aku mengangguk dan dia memelukku sambil berkata, “makasih ya dek”. Aku hanya bisa membalas dengan, “you are welcome mbak”. Hari pulangku ke Jakarta telah tiba aku menyiapkan semuanya termasuk mbak Candra. Dia menyiapkan segela keperluannya. Aku masuk ke kamarnya dan bertanya sekali lagi, “kamu yakin mbak dengan pilihanmu ini?”. Dia mengangguk sambil meneteskan air mata. Aku usap air matanya, “sudah jangan nangis gitu tar malah kepikiran lagi”. “Iya dek, ayo kita segera berangkat”, berkat sambil beranjak dari tempat tidurnya. Aku panaskan mobil-ku dan kumasukkan barang-barang yang telah kusiapkan.
Berangkatlah kami ke Jakarta dan sesaat setelah di jalan, Candra menulis di secarik kertas AKU TAK MENCINTAINYA lalu ia bakar dan dibuang ke jalan. Aku menolehnya dan dia hanya membalas dengan senyuman sambil meneteskan air mata.
Jakarta, Thursday 09-12-2010
05:35AM