Get paid To Promote at any Location

Google Analytics

21 Jan 2011

Challenger Deep (Titik Terdalam Samudra)

Kedalaman Challenger (Bahasa Inggris: Challenger deep) adalah titik terdalam samudra yang pernah diketahui. Terletak di Samudra Pasifik, tepatnya di Palung Mariana, Filipina, kedalaman maksimum yang diketahui adalah 10,923 meter. Pulau yang terdekat adalah pulau Fais, salah satu pulau terluar dari Kepulauan Yap.

Fauna

Makhluk-makhluk kecil bersel satu, kebanyakan belum dikenal dunia ilmu pengetahuan, telah ditemukan di titik terdalam lautan dunia, yang mencapai kedalaman 11 kilometer.

Makhluk dengan dinding sel lunak yang disebut foraminifera (sejenis plankton) ini terdeteksi oleh kapal selam robot Kaiko milik Jepang. Yuko Todo dan rekan-rekannya dari Shizuoka University yang tergabung dalam penelitian dan pengoperasian Kaiko melaporkan penemuan ini dalam majalah Science.

Dikatakan Todo, temuan ini unik karena foraminifera lazimnya hidup di tempat yang lebih dangkal dan memiliki kulit keras. Diduga organisme-organisme halus ini sudah beradaptasi untuk hidup dalam wilayah bertekanan amat besar diChallenger Deep.

Tempat di dasar laut ini benar-benar gelap dan massa air dari atasnya menghasilkan tekanan yang seribu kali lebih besar dari tekanan di permukaan, yakni sekitar 110.000 kilopascal.

Foraminifera sendiri dipercaya sebagai salah satu bentuk kehidupan yang paling banyak dijumpai di lautan setelah bakteri. Umumnya mereka memiliki kulit cukup keras, namun organisme-organisme baru ini lunak karena mereka tidak memiliki cukup kalsium karbonat di kedalaman tersebut untuk membangun bagian tubuh yang keras.

Kapal selam robotik Kaiko mengumpulkan foraminifera dari lapisan endapan di Challenger Deep, yang dalamnya 10.896 meter di bawah permukaan laut.

Palung Mariana adalah bagian dari zona subduktif, dimana dasar laut Pasifik bagian barat tertarik ke bawah lempeng tektonik Filipina. Tarikan tersebut membuatnya memiliki palung yang amat dalam. Menurut para peneliti, palung terdalam di Pasifik barat ini terbentuk sekitar enam hingga sembilan juta tahun lalu.

Machu Pichu

Machu Picchu

Pemandangan Machu Picchu

Machu Picchu ("Gunung Tua" dalam bahasa Quechua; sering juga disebut "Kota Inca yang hilang") adalah sebuah lokasi reruntuhan Inca pra-Columbus yang terletak di wilayah pegunungan pada ketinggian sekitar 2.350 m diatas permukaan laut. Machu Picchu berada di atas lembah Urubamba di Peru, sekitar 70 km barat laut Cusco.


Sejarah

Merupakan simbol Kerajaan Inka yang paling terkenal. Dibangun pada sekitar tahun 1450, tetapi ditinggalkan seratus tahun kemudian, ketika bangsa Spanyol berhasil menaklukan Kerajaan Inka. Situs ini sempat terlupakan oleh dunia internasional, tetapi tidak oleh masyarakat lokal. Situs ini kembali ditemukan oleh arkeolog dari universitas Yale Hiram Bingham III yang menemukannya kembali pada tahun1911. Sejak itu, Machu Picchu menjadi objek wisata yang menarik bagi para turis lokal maupun asing.

Machu Picchu dibangun dengan gaya Inka kuno dengan batu tembok berpelitur. Bangunan utamanya adalah Intihuatana, Kuil Matahari, dan Ruangan Tiga Jendela. Tempat-tempat ini disebut sebagai Distrik Sakral dari Machu Picchu.

Situs tersebut telah ditunjuk sebagai Situs Warisan dunia UNESCO sejak tahun 1983, Machu Picchu juga merupakan salah satu dari Tujuh Keajaiban Dunia baru, juga mendapatkan perhatian akibat kerusakan yang ditimbulkan oleh pariwisata (jumlah pengunjung mencapai 400,000 pada tahun 2003). Pada bulan September tahun 2007, Peru melakukan usaha-usaha legal dengan hasil tercapainya sebuah persetujuan dengan Universitas Yale untuk mengambil kembali artifak-artifak yang pernah dibawa oleh Bingham dari situs tersebut pada awal abad 20.

19 Jan 2011

Kondisi Masayarakat Indonesia Pada Masa Penjajahan

Kedatangan bangsa Belanda pertama kali dipimpin oleh Cornelis de Houtman yang berlabuh di Banten pada tahun 1596. Mulanya kedatangan bangsa Belanda disambut baik oleh masyarakat setempat namun lama kelamaan Belanda mulai menunjukkan geliat kolonialisasinya. Salah satunya didirikannya VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie). Tujuan dibentuknya Voc antara lain:
1. Menghindari persaingan tidak sehat di antara sesama pedagang Belanda
2. Memperkuat posisi Belanda dalam menghadapi persaingan ekonomi global
3. Membantu dana pemerintah Belanda yang berjuang menghadapi Spanyol yang masih menduduki Belanda
VOC diberi hak isitimewa atau yang disebut Hak Octroi meliputi hal-hal berikut:
1. monopoli perdagangan
2. mencetak dan mengedarkan uang
3. mendirikan benteng
4. mengangkat dan memberhentikan pegawai
5. mengadakan perjanjian dengan para raja

Kelahiran dan Bangkitnya Nasionalisme Indonesia

      Berbagai upaya dan perlawanan telah dilakukan oleh rakyat Indonesia untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Namun usaha itu belum mendapatkan hasil seperti yang diharapkan. Bangsa Indonesia kemudian mulai menyadari bahwa untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan dibutuhkan kebersamaan dan persatuan serta nasionalisme kebangsaan Indonesia.

      Faktor pendorong lahirnya nasionalisme Indonesia adalah:
      1. Faktor Intern antara lain:
    • Kejayaan bangsa Indonesia sebelum Kedatangan Bangsa Barat
    • Penderitaan Rakyat akibat Politik Drainage (Pegerukan Kekayaan)
    • Adanya Diskriminatif Rasial
    • Munculnya Golongan Terpelajar
    2. Faktor Ekstern antara lain:
  • Kemenangan Jepang terhadap Rusia (1904-1905)
  • Kebangkitan Nasionalisme Negara-Negara Asia-Afrika
  • Masuknya Paham-Paham Baru

Terbentuknya Negara Kebangsaan Indonesia

Pada tanggal 1 Maret 1945 diumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Junbi Cosakai dengan tujuan menyelidiki hal-hal penting menyangkut pembentukan Negara Indonesia merdeka.

Sidang pertama BPUPKI digelar pada tanggal 29 Mei 1945-1 Juni 1945 membahas masalah dasar Negara Indonesia. Dalam sidang itu, tiga tokoh nasional memberikan pendapatnya, yaitu Mr. Muh. Yamin, Prof. Dr. Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno. Sidang memilih nama Pancasila sebagai nama dasar Negara.
Tanggal 7 Agustus 1945, BPUPKI dibubarkan. Sebagai gantinya, pemerintah pendudukan Jepang membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokuritsu Junbi Inkai

16 Jan 2011

(CERPEN) Aku Tak Mencintainya

Rasa lelahku menempuh perjalanan dari Jakarta terbayar sudah. Aku memakirkan mobil Toyota Vellfire-ku di halaman depan rumah kakakku. “Assalamu’alaikum”, kataku keras sambil mengetuk pintu. Aku menunggu sekitar 5 menit pintu tersebut ada yang membuka dan menjawab salamku, “Wa’alaikumsalam, eh dek Ryan, kok gak kasih kabar kalo mau kesini?”, tanya Candra kakak perempuanku. “Sengaja mbak, gak dikabarin, biar jadi surprise”, kataku sambil mencium tangannya dan pipinya. “ooo dasar ya wong edan dari dulu tetep aja edan, yaudah masuk dulu pasti capek kan? Mau aku buatin teh?”, tawarinya. “yaudah boleh juga”, jawabku sambil membawa tas yang ku bawa. Mbak Candra langsung masuk ke dalam dan membuatkan segelas teh, aku duduk di kursi tengah sambil menaruh tas-ku. “dek, ini teh-nya, oiya ngomong-ngomong ada perlu apa kesini dek? Gak kasih kabar pula”, tanya Candra. Aku meminum teh yang sudah dibuatnya sambil berkata, “aku mau menghadiri seminar di UNEJ mbak”, . “Kapan dek acaranya? Aku kebetulan seminggu ini sekolah libur bisa kali ya aku ikut?”, tanyanya. “hmmm, bisa-bisa kok kebetulan aku nyari temen, besok jam 7 berangkat mbak dari sini”, tegasku. “oke deh pasti gak bakal telat aku bangunnya”, jawabnya manja. Aku hanya tersenyum saja, ternyata sifatnya tak berubah dari dulu masih saja manja. Aku beristirahat sejenak lalu mandi.

Keesokan paginya, aku menyiapkan apa yang perlu aku bawa. Begitu juga Candra sangat rapi sekali aku sampai heran. “Mbak kita kan mau seminar bukan mau ke mall”, tegur aku. “Wis ben to, biarpun ke seminar kan harus tampil cantik”, ucapnya dengan pede. Aku hanya menggelengkan kepala, “ayo mbak udah jam 7”. Bergegas kami berdua masuk ke mobil dan berangkatlah kami. Tanpa sengaja aku ingat sesuatu dan berkata, “ooo aku baru ingat sekarang, tampil rapi ke UNEJ mau ketemu Mas Toni kan? Hayo ngaku”, ledekku. “Mulai kan, dibilang aku itu gak cinta sama dia. Masa sama saudara sendiri saling cinta?”, tegasnya. Kulihat wajahnya memerah dan aku hanya tersenyum saja sambil mengendarai mobilku

Tak terasa kami-pun sampai di tujuan, aku parkirkan mobilku dan kami turun. Aku takjub kenapa yang hadir di seminar ini ramai sekali. Kami berjalan menjunu lokasi seminar dan tanpa sengaja kami bertemu dengan Kiki. “Mas, mas Ryan”, panggil Kiki. Aku menoleh, “ooo kamu ta dek? Apa kabarnya? Ikut seminar ini juga?”, tanyaku. “Alhamdulillah sehat, iya mas, aku diundang Mas Toni. Lah kamu sama Mbak Candra ya kesini? Ehem…ehem… udah jadian gak bilang-bilang ya?”, katanya sambil tertawa. “yee… siapa yang jadian? Aku itu ngikut kesini karena bosen aja dirumah. Lagian siapa yang mau jadi pacar wong edan macam dia?”, jawabnya. “Apa lagi aku, ,mana mungkin berani ngerebut pacarnya Mas Toni hahaha…”, balasku sambil tertawa. “oh iya ya kamu kan pacarnya Mas Toni mbak”, kata Kiki sambil garuk kepala

“Udah-udah dibilang aku gak sayang sama dia, ayo kita ke tempat seminar”, ajak Candra. Tiba-tiba seorang lelaki menegur kami, “hei nanti dulu, mau kemana kalian?”. Aku tengok kebelakang, “wah Mas Toni, apa kabar mas?”, tanyaku sambil mencium tangannya. “Baik dek, wong edan kayak kamu diundang juga to ke seminar macam gini?” tanyanya sambil meledek. “biar kayak gini aku pinter lho mas”, jawabku. “Eits eits, Mas Ryan kita tinggal yuk mereka kan mau berduaan dulu”, ajak Kiki. “Ih apaan sih?”, jawab Candra risih. “Hahahaha kalian ini dari dulu masih saja kayak gitu, aku sama Candra itu gak pacaran”, tegas Mas Toni. “Tuh kan denger sendiri apa kata Mas Toni?”, kata Candra. “Iya mas aku tau, tapi mbak Candra yang suka sama kamu mas”, balas Kiki. “Kenapa jadi ngomong pacaran? Kita kan mau seminar”, ucapku. Setelah itu kami semua menuju ruang seminar. Aku dan Kiki dengan khidmat menyimak seminar. Mbak Candra bolak-balik gelisah, mungkin dia berfikir bagaimana cara menghilangkan persaan suk pada Mas Toni. “Aku harus bisa lupain Mas Toni, dia saudaraku sendiri”, ucap Candra berulang kali dalam hatinya. Tak terasa seminar-pun selesai dan kami pulang. Di rumah, ketika aku sedang menonton tv mbak Candra menghampiriku. “dek, boleh ngomong sesuatu gak?”, tanyanya. “Bisa kok”, jawabku. “dek kapan kamu pulang ke Jakarta? Aku pengen ikut kamu, sekolah disana, aku gak kuat disini kepikiran Mas Toni. Emang bener kalo aku itu suka sama dia tapi hati kecil aku bilang dia saudara aku gak boleh aku pacaran sama dia. Aku mau ke Jakarta untuk menenangkan pikiranku”. Aku tersenyum dan berkata, “lusa aku pulang mbak, aku sudah tau kok kalo kamu emang suka sama dia. Kalo mau ikut aku ke Jakarta ayo sekalian sekolah di tempatku”. “Bener boleh dek?”, tanyanya tak yakin. Aku mengangguk dan dia memelukku sambil berkata, “makasih ya dek”. Aku hanya bisa membalas dengan, “you are welcome mbak”. Hari pulangku ke Jakarta telah tiba aku menyiapkan semuanya termasuk mbak Candra. Dia menyiapkan segela keperluannya. Aku masuk ke kamarnya dan bertanya sekali lagi, “kamu yakin mbak dengan pilihanmu ini?”. Dia mengangguk sambil meneteskan air mata. Aku usap air matanya, “sudah jangan nangis gitu tar malah kepikiran lagi”. “Iya dek, ayo kita segera berangkat”, berkat sambil beranjak dari tempat tidurnya. Aku panaskan mobil-ku dan kumasukkan barang-barang yang telah kusiapkan.

Berangkatlah kami ke Jakarta dan sesaat setelah di jalan, Candra menulis di secarik kertas AKU TAK MENCINTAINYA lalu ia bakar dan dibuang ke jalan. Aku menolehnya dan dia hanya membalas dengan senyuman sambil meneteskan air mata.

Jakarta, Thursday 09-12-2010

05:35AM

(CERPEN) Cinta Tanah Air

Indonesia……Indonesia…..Indonesia…..

Teriakan seperti itu terdengar jelang pertandingan sepak bola Indonesia menghadapi Thailand malam ini. Tidak termasuk rumah Pak Abi, anak-anaknya sangat optimis Indonesia bisa menang. Kecuali Fitri, sang kakak sulung yang tidak pernah yakin Indonesia bakal menang, “Thailand tetap lebih baik di banding Indonesia” katanya sambil duduk di kursi menunggu pertandingan mulai. “Jangan gitu kak, buktinya Malaysia sama Laos aja di abisin”, Haris si bungsu membalas. “Yaudah sekarang kita liat aja Indonesia mainnya gimana”, kata Aryo bijak. Pak Abi yang baru saja membeli makanan di luar hampir ketinggalan kick off-nya. “Sudah kick off belum?”, tanya Pak Abi. “Belum yah, kok lama banget sih beli makanannya?”, tanya Aryo. “Tadi belinya antri banyak banget”, balas ayah. Tak lama mereka berbincang kick off mulai, Babak pertama skor masih tanpa gol. “Yah kalo gini mah mana bisa ngalahin Thailand kayak Malaysia dan Laos”, sesal Haris. “Jelas ga bisa dong ris, Thailand itu raksasa ASEAN, bisa apa negara kecil kayak kita ngalahin Thailand?”, tanya Fitri. “iiihh…kakak ini gak punya rasa nasionalisme ya?”, geram Haris. Pak Abi langsung menenangkan,”sudah sudah jangan berkelahi, itu makanannya dimakan keburu dingin, mumupung babak kedua belum mulai”. Harapan Fitri terwujud, Thailand mencetak gol. “Apa kataku, Thailand masih terlalu tangguh”. Haris mulai kesal dengan ucapan kakaknya itu, “liat saja nanti pasti Indonesia menang”. Memang betul apa yang di kata Haris, Bambang Pamungkas mencetak dua gol pinalti dan mengalahkan Thailand. “Horee… Indonesia menang…..tuh kan kak liat sendiri gimana Indonesia sekarang? Thailand di libas” , Haris sambil berjoget di depan muka kakaknya. Fitri cemberut dan berkata, “gol pinalti aja bangga”. “Yang penting menang weee….”, Haris sambil menjulurkan lidahnya.

Pagi harinya Fitri sekolah, dan teman-temannya semua membicarakan kemenangan Indonesia. Fitri hanya terdiam kalau temannya membicarakan kemenangan Indonesia. “Fit, lo kok diem aja sih? Indonesia kan menang tadi malam”, tegur Devi. “iya nih masa’ timnas menang murung, gak ada nasionalismenya nih”, tambah Rini. “iya gue tau kok Indonesia hebat sekarang ini”, jawab Fitri. “Nah terus kenapa lo tetep murung? Apa yang bikin rasa cinta tanah air lo itu berkurang sih?”, tanya Erwin penasaran. “gak tau juga win”, jawab Fitri polos.

Tak lama kemudian guru Bahasa Indonesia masuk dan memberi tugas, “berhubung besok sekolah kita kedatangan tamu dari dinas pendidikan, kita akan membuat acara dan ibu menunjuk Fitri berpidato tentang kemenangan Indonesia”. Fitri terkejut dan tidak percaya. Namun akhirnya Fitri menerimanya.

Sampai di rumah di langsung masuk kamar tanpa memberi tahu adik-adiknya. “Kenapa tuh kak Fitri? Kesambet setan kali ya?”, tanya Haris. Aryo hanya menggelengkan kepala. Sejak dari sore hingga malam, Fitri terus mengunci kamarnya. Ternyata dia memutar otak berfikir membuat puisi nasionalisme, padahal rasa nasionalismenya sendiri tidak ada. “Gimana nih buat puisinya? Gue harus numbuhin rasa nasionalisme gue”, ucap dalam hatinya. Pepatah bilang ‘dimana ada niat disitu ada jalan’ , terbukti niat Fitri menumbuhkan rasa nasionalisme terwujud. Dengan cepat dia membuat puisi. Terdengar suara pintu di ketuk “kak, udah malam, keluar dulu makan malam kak”, ajak Aryo. Fitri bergegas keluar dan bergabung dengan keluarganya. “Kok dari pulang sekolah tadi mengunci diri terus di kamar?” , tanya ibu. “Yang lebih aneh bu, tadi pas pulang sekolah cemberut, eh sekarang girang banget, nakutin nih kakak, kesambet setan”, tambah Haris. Fitri hanya tersenyum dan berkata, “bu, Fitri baru sadar jika kita mncintai Negara kita sendiri rasa ingin mengharumkan Negara pasti timbul”. “Nah, gitu dong kak, nasionalismenya ada”, tambah Haris. Pagi hari itu, hari dimana Fitri akan menunjukkan rasa cinta pada tanah airnya sendiri. Karena semangat dia pergi ke sekolah dengan mengikat bendera merah putih di motornya dan di kepalanya. “Wah nasionalismenya tinggi nih kakakku” , kata Aryo sambil tersenyum. “Itu baru kakakku” , tambah Haris yang naik motor di bonceng Aryo. “Iya dong, kita kan tinggal dan hidup di Indonesia, selakunya kita mendukung dong, MERDEKA” , teriaknya.

Sesampai di sekolah dia hanya memasang muka senang dan percaya diri untuk berpidato. Dan benar saja, pidatonya sungguh luar biasa. Tamu dari dinas pendidikan terlihat senang dan bangga. Fitri menunjukkan rasa nasionalismenya dengan semangat 45. Teman-temannya pun heran dan tak ragu untuk memberikan tepuk tangan yang kencang dan meneriakkan Fitri….Fitri…Fitri…

Dan di akhir penampilannya di atas panggung berpidato, dia menghormati bendera lantas melepas ikat bendera kepalanya dan berteriak, INDONESIA.

Jakarta, Wednesday 8-12-2010

08:46AM

(CERPEN) Cinta Di Argo Lawu

“Argo Lawu ya pak, tujuan Jakarta 3 orang”, kataku pada petugas karcis di pemesanan tiket Stasiun Semarang Tawang. “Rp 690.000,- dek”, kata petugas itu. Aku langsung membuka amplop yang sengaja memang aku siapkan dari rumah untuk membayar karcis. Aku berikan 7 lembar uang seratus ribu dan kembali sepuluh ribu. “Untung masih ada kembalian, masih bisa buat beli bensin untuk pulang”, kataku sambil menghela nafas

Aku ingin ke Jakarta bersama dengan 2 orang temanku untuk menghadiri sebuah seminar di salah satu universitas di Jakarta. Sampai di rumah aku menelpon temanku Anggi dan Sinta dan memberi tahu bahwa kita akan berangkat esok pagi. Malam harinya aku menyiapkan segala keperluan yang akan di bawa ke Jakarta. “Kamu berapa hari disana dek?”, tanya kakakku. “2 hari mas, hari Jumat aku pulang lagi”, balasku. “Oh ya ini mas ada sedikit uang saku untukmu dek, terima ya”, kakakku memberi Rp 700.000. “wah banyak sekali”, fikirku dalam hati. “Oh, matur nuwun ya mas”, kataku sambil tersenyum. Dia hanya membalas dengan senyuman lalu pergi keluar kamarku.

Keesokannya, aku bersiap-siap ke Stasiun aku berpamitan ke orang tuaku. “Pak, Bu aku tak budal sik yo ning Jakarta”, kataku sambil mencium tangan kedua orang tuaku. “Hati-hati ya le”, kata ibu ku. Sesampainya di Stasiun Anggi dan Sinta sudah menunggu. “Maaf ya lama menunggu”, ucapku sambil menghela nafas karena berlari-lari. “Kita juga udah tau kalo kamu itu kebiasaan telat”, tukas Sinta. “Yaudah ayo kita naik ke kereta, tuh udah ada”, sambung Anggi

Nomor piro kursine?”, tanya Sinta. “4 ABC”, balasku sambil melihat karcis yang kupegang. Setelah menaruh tas di bagasi atas tempat duduk, Sinta dan Anggi duduk, aku duduk sendiri kebetulan memang kosong karena bukan hari libur. Jam sudah menunjukkan pukul 08.00 saatnya kereta Argo Lawu ini berangkat. Perlahan mulai bergerak dan akhirnya melaju dengan kecepatan tinggi. Lalu lalang petugas kereta yang menawarkan menu, souvenir aku hiraukan. Aku lirik Anggi sedang asyik menggunakan laptopnya dan Sinta tertidur pulas. Sebenarnya inilah kesempatan aku untuk menyatakan perasaanku ke Anggi, sudah lama aku memendam perasaan ini. Anggi menoleh sambil tersenyum dan berkata, “ada apa?” , “tidak”, jawabku singkat. Aku bangkit dari tempat dudukku untuk pergi ke sambungan kereta api, sambil menyalakan rokok dan kulihat pemandangan diluar. Menghilangkan rasa penatku sejenak lalu kembali ke tempat dudukku. Ternyata, tempat dudukku sudah di pakai untuk tidur Anggi, aku tak tega untuk membangunkannya. Aku tak tahu dia dengan isi hatiku atau tidak, Anggi terbangun, “ maaf di, aku ketiduran di tempatmu habis Sinta menyuruhku pindah, aku liat kamu gak ada yaudah aku tempati”, katanya. “Oh gak apa-apa kok, kalo mau tidur lagi silahkan, lagian kita sampai di Jakarta kan nanti jam 4 sore, sekarang baru jam 11 siang”, kataku. Akhirnya, Anggi tidak tidur dan aku duduk disebelahnya, rasa gugup dan keringat dingin membasahi keningku. “Kamu kenapa di? Kamu sakit ya?”, tanya dia sambil mengusap keningku dengan sapu tangannya. “Waduh, gawat ini makin parah aja”, kataku dalam hati. “Aku bawa obat kok, kamu minum ya?”, tawar Anggi sambil membuka tasnya. “E…ee… gak usah, aku baik-baik aja kok”, balasku dengan nada gugup. Aku heran kenapa dia perhatian sekali dengan aku?. Inilah saat yang tepat untuk menyatakan, “Anggi, se…see.. sebenernya….” , “sebenarnya apa?”, tanya Anggi. “Sebenernya aku sayang kamu, udah lama aku nyimpan rasa ini ke kamu, karena aku takut jika aku bilang dan Sinta tau dia akan marah dan bisa merusak persahabatan kita” , tukasku. Lalu Anggi membalas, “ Sinta gak bakal marah di, malah asal kamu tau ya, dia menyuruh aku dan kamu itu jadian dan juga sebenernya aku juga sayang sama kamu di”. Aku tak percaya apa yang dikatakannya dan sekali lagi aku bertanya, “apa kamu mau jadian sama aku sekarang?”. Anggi hanya tersenyum dan mengangguk. Aku balas dengan senyuman dan kupeluk Anggi. Dan saat itu Sinta terbangun dan melihat kami. “Cie…ciee..udah jadian nih.”. Aku dan Anggi terkejut dan hanya tersenyum. “Udah, kalian itu cocok kok jadi pasangan, aku setuju dan aku gak bakal marah”, katanya. “Makasih ya sin, udah dukung”, kata Anggi. Kebetulan ada petugas dalam kereta yang lalu lalang menawarkan menu, “Sebagai rasa terima kasihku kalian berdua aku traktir mau pesan apa?”. “Aku nasi rames sama jus alpukat di”, jawab Sinta semangat. “Aku sama kayak kamu aja di”, jawab Anggi sambil bersandar di pundakku. “Mas, nasi rames 1, nasi goreng 2, jus alpukat satu sama, es jeruknya dua”, pesanku pada petugas itu. Tak lama dia mencatat dan pergi ke restorasi. Kami bercanda, tertawa dan tak terasa makanan telah siap, Sinta langsung makan dengan lahap dan aku menyuapi Anggi. Tak terasa, kereta Argo Lawu ini sudah hamper memasuki Stasiun Gambir. Kami bersiap dan menunggu di depan pintu keluar gerbong kami. Setelah kereta berhenti, Sinta dan Anggi langsung keluar dengan semngat. Aku mengikuti mereka dari belakang sambil tersenyum. Aku mencim gerbong kereta Argo Lawu dan berkata dalam hati, “terima kasih ya, karena kamu telah mempersatukan rasa cinta kami.” . “Hei Rudy, ayo cepat ngapain disitu? Mau ke Semarang lagi kamu?” , teriak Sinta. Aku bergegas beranjak dan sekali lagi berkata, “terima kasih Argo Lawu.”

Jakarta, Tuesday 7-12-2010

07.00AM

Sponsor

Powered By Blogger